SETANA RONGGENG"
(Cerita Rakyat Banjarnegara)
Oleh : Sarwosih
Diceritakan, Raden Sutawijaya setelah menikah dengan putri bupati Pasuruan diberi kekuasaan wilayah Kademangan Merden, yang sudah lama terjadi kekosongan pemerintahan.
Di tengah-tengah ketenangan dan kedamaian, masyarakat dikejutkan oleh berita bahwa Raden Sutawijaya harus segera meninggalkan kademangan untuk magang sebagai patih di Keraton Surakarta. Segera Raden Sutawijaya menunjuk Ki Ageng Suta untuk menggantikannya dengan perjanjian bila Raden Sutawijaya berhasil maka Kademangan Merden akan terus diperintah Ki Ageng Suta. Tetapi jika gagal, pemerintahan kembali dipegang Sutawijaya.Ternyata, Raden Sutawijaya gagal magang patih di keraton Surakarta. Rupa-rupanya informasi agar Raden Sutawijaya magang di Keraton Surakarta merupakan informasi palsu yang disampaikan Ki Ageng Suta untuk menjebak Suta wijaya agar segera keluar dari Kademanagan Gagal menjadi patih di keraton, Raden Sutawijaya pulang dengan mengendarai Kuda Dawuk yang gagah, pemberian kakek gurunya Panembahan Heru Cokro. Dalam perjalanan pulang dari Surakarta, Raden Sutawijaya tidak langsung pulang ke Merden tetapi terus mengembara. Pengembaraan dilakukan layaknya seorang pendekar sambil mematangkan ilmunya yang telah diperoleh dari para guru yang terkenal kesaktiannya. Kegagalan dijadikan pengalaman hidup yang sangat berharga, direnungkannya dalam-dalam. Raden Sutawijaya terus merenung dalam kesunyian. Ia merasa bahwa ilmunya masih sangat jauh dari kesempurnaan.Sutawijaya mengalami kejadian-kejadian aneh dan tidak masuk akal. Diserang oleh orang yang tak dikenal, bahkan diracun ketika mampir di warung pinggir jalan. Puluhan orang bersenjatakan golok menghadangnya, tapi semua bisa diatasi dengan mudah.
Rupanya, suasana masyarakat dan keamanan Merden telah berubah setelah ditinggal Sutawijaya. Wajah mereka terlihat penuh dengan ketegangan, suasana pun mencekam. Menurut informasi bahwa kepergian Raden Sutawijaya merupakan rekayasa Ki Ageng Suta bahkan Ki Ageng Suta tidak akan mengembalikan mandatnya sebagai demang sementara. Ia juga telah membangun padepokan untuk mengumpulkan pemuda-pemuda kampung guna membangun kekuatan.Pada hari berikutnya Raden Sutawijaya menemui Ki Ageng Suta. Saat itu sedang ada paseban. Terlihat banyak orang asing, banyak orang yang tidak dikenal Raden Sutawijaya. Mereka berwajah seram dan tidak bersahabat. Raden Sutawijaya masuk pendopo tanpa rasa takut.
Kedatangan Raden Sutawijaya rupa-rupanya sudah diketahui sehingga segala sesuatunya sudah dipersiapkan. Suasana menjadi tegang namun dengan gagah berani Raden Sutawijaya menemui Ki Ageng Suta yang saat itu sedang dikelilingi ratusan muridnya di padepokan “Selamat datang, Raden. Kapan Raden pulang? Kok tidak mengutus abdi dalem saja untuk mengundang kami menghadap?” kata Ki Ageng Suta basi-basi. Dengan salah tingkah, Ki Ageng Suta mempersilakan Raden Sutawijaya untuk duduk.
“Sudahlah, Ki Suta. Kamu tidak usah basa-basi. Aku sudah tahu apa yang kamu rencanakan. Kamu menginginkan kademangan ini, bukan?. Kamu pengecut!. Bukankah orang-orang Ki Ageng Suta yang menghadang dan menyerang saya di setiap perbatasan?. Tapi sayang, mereka bukan prajurit sejati sehingga mudah buka mulut, mereka menyampaikan yang sebenarnya”.
Mendengar perkataan Raden Sutawijaya yang seolah-olah mengerti segalanya, Ki Suta pun tak bisa mengelak. Ki Suta beranjak dari tempat duduknya yang tidak jauh dari Raden Sutawijaya.
“Baiklah, kalau begitu sekarang raden maunya apa? Setelah tahu apa yang terjadi. Apa raden ingin memimpin kembali kademanagan ini? Coba tanyakan pada masyarakat yang hadir di sini.” tantang Ki Suta sembari mendongakkan kepala.
Dengan wajah yang congkak, Ki Suta pun mendekat pada peserta paseban yang sudah dipersiapkan.
“Saya mau tanya, kalian jawab! Apa kalian suka dan senang bila kademanagan dipegang saya?” tanya Ki Ageng Suta dengan nada sombong.
Hadirin yang sudah dipersiapkan menjawab dengan serempak : “Senaaaang”.
“Bagaimana kalau kademangan dipegang kembali oleh Raden Sutawijaya? Apakah kalian setuju?”. Ki Ageng Suta kembali bertanya.
Tak seorang pun berani menjawab setuju.rakyat. Saya akan pasrah dengan keputusan rakyat dan saya akan membela rakyatku dengan pecahing dada luntahing ludiro, sedumuk bathuk senyari bumi sekalipun dada sampai hancur darah terkucur akan kulalui.”
Mendengar kesombongan Ki Suta, sebenarnya Raden Sutawijaya marah besar dan terpancing emosinya. Namun teringat pesan Ki Guru, bahwa dia tidak boleh emosional, harus mengalah dan sabar dalam menghadapinya.
“Oh, begitu. Ingat Ki Suta! Bagi saya masalah kekuasaan bukan sesuatu yang harus diminta tapi sesuatu yang harus dijaga karena merupakan amanah dan harus dilakukan sebaik-baiknya. Saya rela melepas hak saya kalau ini memang pilihan terbaik bagi rakyatku!”
Raden Sutawijaya pun pergi meninggalkan padepokan. Setelah Sutawijaya meninggalkan kademanagan, Ki Suta semakin bebas merencanakan niat besarnya. Padepokan disulap menjadi sebuah istana kecil mirip keraton Surakarta. Pendopo Agung dibangun dengan halaman depan yang luas. Masyarakat menyebutnya dengan keraton kembar. Kabar ini terdengar sampai ke keraton Surakarta. Raja pun memerintahkan telik sandi (mata-mata) untuk menyelidiki kabar yang telah beredar.
Diutuslah seorang prajurit wanita sebagai telik sandi. Setelah mendapatkan informasi, telik sandi pulang ke keraton untuk menyampaikan hasil penyelidikannya. Mendengar informasi dari sang telik sandi, raja marah besar dan penasaran ingin melihat sendiri ke Keraton Kembar.Kejadian demi kejadian di Merden beritanya terdengar sampai ke keraton. Raja memerintahkan beberapa utusan khusus menghadapkan Ki Suta baik hidup maupun mati. Tapi tak seorang pun utusan dapat menangkapnya. Semua gagal, semua kalah dan tunduk menjadi pengikutnya. Akhirnya raja memerintahkan seorang jawara dan pimpinan padepokan dari Tegal, bernama Kyai Jamaludin. Dengan bekal kesaktian yang luar biasa berhasil mengatasi semua perangkap dan sihir yang dipasang oleh Ki Ageng Suta.
Melihat kenyataan dan kekalahan pasukannya di mana-mana, Ki Ageng Suta mengajukan gencatan senjata dan berjanji akan membicarakan kemungkinan penyerahan dirinya. Mendengar janji Ki Ageng Suta maka Kyai Jamaludin beriktikad baik menenrima tawaran gencatan senjata. Pada saat gencatan senjata, Ki Suta mulai menyusun strategi untuk mengalahkan Kyai Jamaludin. Anak angkatnya adalah seorang ronggeng, dijadikan telik sandi untuk mendekati dan merayu Kyai Jamaludin.
Tugas ronggeng adalah manari dan menyanyi di arena seni rakyat Kademangan Merden. Ronggeng akan menari dengan gerakan-gerakan spontan dan ekspresif bahkan mengarah ke eksotis. Goyang dan geol merupakan cirri khas tarian ronggeng dengan iringan musik calung. Dengan ciri khas inilah ronggeng mampu membuat lelaki lupa diri, tergila-gila.Telik sandi yang menyaru sebagai ronggeng cantik dengan kepandaiannya menari melayani pria di atas panggung, menyusup mendekati Kyai Jamaludin. Karena desakan anak buahnya, Kyai Jamaludin pun berhasrat mengundang ronggeng untuk menghibur pasukannya. Pada saat hiburan dimulai orang pun terkesima dengan goyangan dan geol sang ronggeng yang membangkitkan gairah lelaki. Minuman yang sudah dicampur dengan ramuan memabukkan telah disiapkan telik sandi. Semua dihidangkan tanpa kendala. Makin malam makin ramai, semua pasukan pun mabuk dan terlena, termasuk Jamaludin.Kyai Jamaludin tergila-gila pada ronggeng yang telah mampu membangkitkan gairah kelaki-lakiannya. Dalam kondisi tidak sadar Jamaludin berteriak-teriak.
“Saya mau mati asal bersama ronggeng!”
Dengan serentak tanpa dikomandom pasukan Ki Ageng Suta begitu kalap membunuh Jamaludin. Ronggeng pun menjadi sasaran kesadisan hingga mati terpotong-potong. Melihat ronggeng telah mati di depan mata, Jamaludin mengikhlaskan diri untuk mati bersama ronggeng.Akhirnya mereka menguburkan potongan mayat ronggeng di daerah masing- masing sesuai ditemukannya potongan jasad Nyi ronggeng. Ada yang membawa kepala, tangan, kaki, dan perut. Sampai sekarang kuburan potongan ronggeng naas itu ada di mana-mana, di sekitar pinggir kali Sapi. Sampai kini tempat pemakaman ronggeng itu dinamakan “Setana Ronggeng”.Sampai sekarang setana ronggeng ini masih dijadikan tempat untuk bersemedi bagi sebagian orang yang percaya. Bagi mereka yang berhasil melakukan semedi di setana ronggeng, konon bakal menjadi ronggeng yang laris dan terkenal. Demikian legenda cerita yang masih berkembang di Daerah Merden, Banjarnegara dan sekitarnya.
cerita ini dikutip dari:PUSTAKADIGITAL(PADI)
0 komentar:
Posting Komentar