Di tengah kehidupan masyarakat Purwagaluh yang
hanya menggantungkan sumber makanan dari hasil buruan, kehidupan
berubah menjadi neraka ketika hutan tak lagi menyediakan binatang untuk
diburu.
Tanah kering kerontang dan sungai tidak lagi
menyisakan air yang memberi kehidupan pada hewan dan tumbuhan.
Purwagaluh adalah satu wilayah yang tengah mengalami bencana kekeringan
terparah.
Sadana, Adikara, dan Dewi Sri, tiga orang yang
ditugaskan mencari jalan keluar untuk membebaskan warga dari kesulitan
dan memperbaiki kehidupan Purwagaluh secara keseluruhan. Namun dalam
perjalanan tugas yang pertama pun mereka sudah menemukan kesulitan yang
datang dari musuh bebuyutan mereka sejak kecil.
Demi
mendapatkan Adikara yang dicintainya sejak kecil, Nuridami tak pernah
berhenti mengejar dan menghalalkan segala cara dengan memanfaatkan
kesaktian sang nenek, Nyi Ulo juga kakaknya Sapigumarang dan Singasatru.
Dalam
satu pertarungan, Dewi Sri yang menyamar menjadi Camar Seta berhasil
membunuh Singasatru yang saat itu memimpin kelompok Bajak Lautnya
menyerang Pelabuhan Atasangin, pulau yang paling maju dan makmur kala
itu dan menjadi tempat Dewi Sri, Sadana dan Adikara mempelajari sebab
kemajuan Atasangin untuk diterapkan di Purwagaluh.
Sapigumarang
sangat murka mengetahui kabar kematian adiknya, Singasatru di Atasangin
oleh Camar Seta. Segera ia mendatangi Sadana untuk membalas dendam pada
Camar Seta. Namun Nyi Ulo menahannya dengan alasan Singasatru yang jauh
lebih saktipun berhasil dikalahkan Camar Seta.
Akhirnya
Sapigumarang mau berlatih secara khusus bersama Nyi Ulo untuk
menyempurnakan ilmu Lebursaketinya. Dari situlah Sapigumarang kemudian
menyadari sumber kekuatannya yang besar, yaitu amarah yang bisa melipat
gandakan kekuatannya hingga mampu menguasai Lebursaketi dengan sempurna.
Segera
setelah itu Sapigumarang mendatangi Sadana untuk membunuh Camar Seta,
Sadana beralih tidak mengenal Camar Seta. Sapigumarang tak mau percaya
dan menyangka Camar Seta adalah Adikara yang memakai nama palsu.
Sadana
yang berniat membantu dihajarnya hingga pingsan dan Adikara dibawa
pergi setelah tidak berdaya karena Nuridami merayu Sapigumarang untuk
tidak membunuhnya.
Dewi Sri sangat sedih mengetahui
kekasihnya, Adikara ditawan oleh Sapigumarang. Namun berkat kesaktian
Malihwarni yang diajarkan oleh kakeknya, Aki Tirem, Dewi Sri bisa
merubah dirinya menjadi seekor harimau jadi sangat frustasi dan akhirnya
bunuh diri.
Sapigumarang jadi murka dan gelap mata
setelah Budugbasu dan Kalabuat menghasutnya dan menuduh Dewi Sri yang
telah membunuh Nuridami karena cemburu. Sapigumarang langsung menyusun
kekuatan untuk membunuh Dewi Sri sekaligus menguasai Purwagaluh yang
saat itu sudah berubah menjadi wilayah yang sangat makmur berkat Dewi
Sri, Sadana dan Adikara yang berhasil menciptakan sawah padi di sana.
Dan
ketika Dewi Sri dan Adikara merayakan panen padi pertama bersama warga
di Desa Cidamar, pasukan Sapigumarang yang dipimpin Budugbasu datang
untuk merebut semua hasil panen dan menangkap Dewi Sri. Namun Dewi Sri
yang sudah sangat sakti berhasil mengalahkan Budugbasu dan semua
pasukannya.
Sapigumarang tidak menyerah, ia menunjuk
Kalabuat untuk menggantikan Budugbasu dan memimpin pasukan yang lebih
banyak. Kalabuat yang licik bersiasat untuk menyerang malam hari dengan
kekuatan penuh. Saat itu Dewi Sri dan Adikara hanya berjaga - jaga
dengan pemuda dan warga yang jumlahnya sangat sedikit karena banyak
diantara warga Cidamar yang terbunuh pada peperangan melawan Budugbasu.
Kalabuat
dan pasukannya yang besar datang dengan penuh percaya diri. Ketika
mengepung sawah, tempat Dewi Sri memfokuskan penjagaan. Dewi Sri dan
Adikara tak mau menyerah begitu saja, mereka melawan semua pasukan
Kalabuat dengan sepenuh tenaga. Saat itu Budugbasu yang sangat dendam
keluar dengan pasukannya karena ingin Dewi Sri dan Adikara hanya mati di
tangannya.
Kalabuat sempat marah karena Bubugbasu hanya
memimpin pasukan bantuan dan seharusnya belum boleh keluar. Tapi
Budugbasu tak peduli dan segera menyerang Dewi Sri untuk
membunuhnya.Dewi Sri dan Adikara sangat terdesak menghadapi jumlah
pasukan yang semakin banyak. Saat itulah Dewi Sri mengeluarkan ajian
Malihwarninya dan merubah dirinya menjadi ratusan kelelawar besar yang
sangat buas.
Pasukan Kalabuat dan Budugbasu kalang kabut
menghadapi serangan ratusan kelelawar, mereka semua terbunuh dan hanya
sedikit yang berhasil melarikan diri. Sementara Kalabuat dan Budugbasu
pun tak luput dari serangan kelelawar. Mereka pun kemudian melarikan
diri dengan wajah dan bukan yang penuh luka gigitan.
Sapigumarang
sangat murka mengetahui Kalabuat dan Budugbasu kembali kalah oleh Dewi
Sri, terlebih lagi semua pasukannya yang habis terbunuh. Ia dengan murka
menghajar Kalabuat dan Budugbasu. Kalabuat membela diri dan menyalahkan
Budugbasu yang membawa keluar pasukan bantuannya hingga akhirnya semua
pasukan habis terbunuh.
Budugbasu tak mau kalah, ia
menyalahkan Kalabuat yang bersiasat menyerang malam hari hingga mereka
diserang kelelawar ganas ciptaan sihir Dewi Sri.
Mengetahui
Dewi Sri yang menguasai sihir Sapigumarang segera meminta bantuan Nyi
Ulo untuk menghadapi Dewi Sri. Namun Dewi Sri dengan cerdik mengalahkan
semua sihir dari Nyi Ulo yang menyerangnya, bahkan Nyio Ulo pun tewas
oleh serangan balik dari Dewi Sri.
Sapigumarang murka dan
menantang Dewi Sri untuk adu tanding dengannya. Dewi Sri melayani
tantangan Sapigumarang dan bertarung dengan tangan kosong. Sapigumarang
yakin mampu membunuh Dewi Sri dengan kekuatan penuh Lebursaketinya.
Namun Dewi Sri yang sudah bersiap dengan ajian Sungsangbuana berhasil
mengembalikan pukulan dahsyat Lebursaketi.
Sapigumarang
pun tewas oleh ajian Lebursaketinya sendiri. Mengetahui kenyataan itu
Kalabuat dan Budugbasu tak bisa berbuat apa-apa. Merekapun menyerah
ketika pasukan Sadana tiba-tiba datang meringkusnya.
Semua warga
dan pasukan bergembira menyambut kemenangan Dewi Sri. Mereka semua
mengelu-elukan nama Dewi Sri dan menjulukinya sebagai Dewi Padi karena
jasa terbesarnya yang telah menciptakan tanaman padi diseluruh wilayah
Purwagaluh.
Dikutip dari pustaka digital
0 komentar:
Posting Komentar